Penyebab Pesawat Sukhoi Terbang Rendah - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah memulai investigasi awal untuk mengungkap penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet (SSJ) 100 di tebing Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat.
Salah satu titik awal adalah meminta keterangan dari air traffic control (ATC) yang terakhir melakukan kontak dengan pesawat bernomor RA36801.
"Kalau itu sudah, sudah," jawab Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Marsekal Muda (Purn.) Tatang Kurniadi di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (10/5). Namun, Tatang tidak menjelaskan lebih jauh mengenai hasil tentang informasi yang ditemukan.
Salah satu yang menjadi tanda tanya saat ini adalah yang mengizinkan pesawat SSJ 100 untuk decent (penurunan ketinggian atau Terbang Rendah ) dari 10.000 kaki (3.048 meter) ke 6.000 kaki (1.828,8 meter).
Pasalnya, penurunan tersebut dianggap berbahaya mengingat ketinggian puncak Gunung Salak yang mencapai 7.253,93 kaki (2.211 meter).
Selain karena ketinggian Terbang Rendah yang kurang, hambatan lainnya seperti angin dan kabut yang menyelimuti menjadi halangan bagi pilot untuk menavigasikan penyebab pesawat. Terbang rendah dalam keadaan tersebut bahkan kerap disebut haram bagi pesawat komersial.
Menurut konsultan PT Trimarga Rekatama, yang merupakan agen dari Sukhoi di Indonesia, Sunaryo, ada kemungkinan pilot meminta turun dari ketinggian karena ingin menyetir pesawat secara manual.
Ia juga tidak memungkiri bahwa dalam demo flight sering ada manuver pesawat untuk melihat kemampuan dan aerodinamika.
"Mungkin pilotnya ingin turun dan menggunakan secara visual (menyetir manual)," kata Sunaryo yang juga mantan perwira di TNI AU.
Ia menambahkan, pilot SSJ 100 Alexander Yablontchev hanya meminta penurunan ketinggian tanpa alasan tertentu.
Berbeda dengan Sunaryo, KNKT belum ingin menyimpulkan lebih jauh mengenai aksi tersebut. Tatang mengatakan, semua akan dibeberkan setelah investegasi yang dilakukan bersama Rusia, selaku negara asal Sukhoi, selesai dilakukan.
"Dalam investegasi itu ada aturannya yaitu tidak boleh menyimpulkan di awal," kata Tatang.
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), Marsekal Madya TNI Daryatmo mengatakan, kecelakaan pesawat terbang sering terjadi di sekitar Gunung Salak. "Di situ anginnya besar, awannya tebal, karena itu sering terjadi kecelakaan," ujarnya.
Dari hasil pandangan awal, Daryatmo mengatakan ada kemungkinan Sukhoi menabrak tebing di ketinggian 5.500 kaki. "Terlihat medan ada (bekas) benturan dengan pesawat," ujarnya.
Anehnya, keterangan yang diperoleh mengenai ATC yang terakhir melakukan kontak dan mengetahui koordinat Sukhoi berbeda. Tatang mengatakan, ATC di Lanud Atang Sanjaya yang mengetahui koordinat terakhir, tapi Sunaryo mengatakan ATC di Cengkareng.
Keduanya tidak mau menjawab soal adanya kesalahan teknis dalam sistem dan teknologi navigasi pesawat. Padahal, pesawat diketahui keluar jalur sebelum menabrak
Penyebab Pesawat Sukhoi Terbang Rendah
Salah satu titik awal adalah meminta keterangan dari air traffic control (ATC) yang terakhir melakukan kontak dengan pesawat bernomor RA36801.
"Kalau itu sudah, sudah," jawab Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Marsekal Muda (Purn.) Tatang Kurniadi di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (10/5). Namun, Tatang tidak menjelaskan lebih jauh mengenai hasil tentang informasi yang ditemukan.
Salah satu yang menjadi tanda tanya saat ini adalah yang mengizinkan pesawat SSJ 100 untuk decent (penurunan ketinggian atau Terbang Rendah ) dari 10.000 kaki (3.048 meter) ke 6.000 kaki (1.828,8 meter).
Pasalnya, penurunan tersebut dianggap berbahaya mengingat ketinggian puncak Gunung Salak yang mencapai 7.253,93 kaki (2.211 meter).
Selain karena ketinggian Terbang Rendah yang kurang, hambatan lainnya seperti angin dan kabut yang menyelimuti menjadi halangan bagi pilot untuk menavigasikan penyebab pesawat. Terbang rendah dalam keadaan tersebut bahkan kerap disebut haram bagi pesawat komersial.
Menurut konsultan PT Trimarga Rekatama, yang merupakan agen dari Sukhoi di Indonesia, Sunaryo, ada kemungkinan pilot meminta turun dari ketinggian karena ingin menyetir pesawat secara manual.
Ia juga tidak memungkiri bahwa dalam demo flight sering ada manuver pesawat untuk melihat kemampuan dan aerodinamika.
"Mungkin pilotnya ingin turun dan menggunakan secara visual (menyetir manual)," kata Sunaryo yang juga mantan perwira di TNI AU.
Ia menambahkan, pilot SSJ 100 Alexander Yablontchev hanya meminta penurunan ketinggian tanpa alasan tertentu.
Berbeda dengan Sunaryo, KNKT belum ingin menyimpulkan lebih jauh mengenai aksi tersebut. Tatang mengatakan, semua akan dibeberkan setelah investegasi yang dilakukan bersama Rusia, selaku negara asal Sukhoi, selesai dilakukan.
"Dalam investegasi itu ada aturannya yaitu tidak boleh menyimpulkan di awal," kata Tatang.
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), Marsekal Madya TNI Daryatmo mengatakan, kecelakaan pesawat terbang sering terjadi di sekitar Gunung Salak. "Di situ anginnya besar, awannya tebal, karena itu sering terjadi kecelakaan," ujarnya.
Dari hasil pandangan awal, Daryatmo mengatakan ada kemungkinan Sukhoi menabrak tebing di ketinggian 5.500 kaki. "Terlihat medan ada (bekas) benturan dengan pesawat," ujarnya.
Anehnya, keterangan yang diperoleh mengenai ATC yang terakhir melakukan kontak dan mengetahui koordinat Sukhoi berbeda. Tatang mengatakan, ATC di Lanud Atang Sanjaya yang mengetahui koordinat terakhir, tapi Sunaryo mengatakan ATC di Cengkareng.
Keduanya tidak mau menjawab soal adanya kesalahan teknis dalam sistem dan teknologi navigasi pesawat. Padahal, pesawat diketahui keluar jalur sebelum menabrak
Sumber : mediaindonesia.com