Sungguh
sayang, di Indonesia, peminat wayang semakin berkurang. Namun
sebaliknya di Belanda, minat masyarakat Belanda terhadap wayang malah
cukup besar, masuk ke sekolah-sekolah menengah melalui animasi.
Dengan
nilai lebih bahasanya yang santun dan ceritanya yang menarik, membuat
wayang semakin diminati di kalangan pendidik dan anak muda. Demikian
dilaporkan Radio Belanda, RNW.
Berbicara
mengenai wayang di Belanda, kebalikan dari apa yang terjadi di
Indonesia. Di Indonesia yang merupakan negara asal, wayang semakin
ditinggalkan, khususnya oleh kaum muda.
Saat
ini di Indonesia memang cukup banyak anak muda yang berminat jadi
dalang, namun itu tak dibarengi dengan fasilitas yang ada, karena
minimnya pagelaran. Hal itu bisa dipahami karena untuk menggelar
pertunjukan, seseorang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Berbeda
dengan keadaan di Belanda, menurut Heidi Hinzler, yang selama ini
disibukkan dengan berbagai proyek pementasan wayang di Belanda
mengatakan, orang Belanda tertarik akan wayang karena cerita-cerita
filsafat di baliknya seperti Ramayana dan Mahabarata.
Sejarah
hubungan antara Indonesia-Belanda juga merupakan salah satu faktor
penarik mengapa wayang digemari. “Dulu ada pendidikan wayang untuk
pegawai negeri kolonial di Leiden.”
Museum
Nusantara di Delft, khusus punya bahan itu dan mereka ingin mendekatkan
timur dengan barat. Karena itu cerita dari barat yang dibungkus dengan
medium dari timur yaitu Indonesia, dalam bentuk wayang.
FILSAFAT WAYANG
Dari
dulu orang Belanda tertarik kepada wayang, walaupun di Belanda sendiri
juga ada boneka tradisional. “Tapi mereka tertarik pada filsafat
Mahabarata dan Ramayana yang dikasi lihat di wayang,” tutur Heidi
Hinzler.
Khusus untuk sekolah,
tambahnya, wayang digunakan untuk pendidikan anak-anak supaya
mempelajari latar belakang dan juga filsafatnya untuk membangun karakter
mereka.
“Dan juga untuk speech
belajar bahasa yang sopan dan yang bagus karena ada banyak anak-anak di
sini yang bahasanya Belandanya jelek. Karena itu wayang animasi laku di
sekolah untuk belajar.”
Pelajaran
sejarah di sekolah-sekolah lebih gampang dicerna melalui wayang
daripada membaca buku. Misalnya saja soal cerita Willem van Oranje.
“Kebanyakan
anak-anak sekarang tak mampu atau malas, mereka lebih tertarik lihat di
screen layar daripada baca buku. Hal itu bukan hanya di Belanda, tapi
juga di Inggris dan Jerman”.
Anak-anak,
menurutnya, senang dengan wayang. Seperti belum lama ini ada workshop
wayang yang digelar di sebuah sekolah menengah di Leiden.
BELAJAR GERAK GERIK
“Di
sana anak-anak mau belajar gerak-geriknya dan mau belajar tari yang
klasik dan lain lainnya. Mereka antusias sekali. Mereka tertarik dengan
tokoh dalam wayang bukan hanya saja punawakawan tapi raja-raja dengan
pakainnya yang bagus.”
Karakter
wayang membuat anak sekolah tertarik.. Karena biasanya pagelaran wayang
tidak hanya saja perang atau menampilkan yang lucu-lucu tapi juga
tentang dilema manusia.
Selain
sejarah Belanda seperti Willem van Oranje, pentas wayang juga
menampilkan sejarah hubungan Indonesia-Belanda misalnya pagelaran wayang
Jan Pieterzoon Coen serta wayang Revolus
“Saya
kira lebih jelas daripada yang ditulis di buku. Di buku hanya ada
kalimat jadi kurang menarik. Sementara kalau dikerjakan di wayang akan
lebih menarik.”
BANK DATA
Proyek
Bank Data wayang dibuat karena wayang bertebaran baik itu di museum dan
rumah pribadi di Belanda. “Ada banyak wayang dari Jawa, Bali, Lombok
macem-macem dan kebanyakan orang tidak tahu siapa dan dipakai untuk apa,
serta dari daerah mana dan untuk apa.”
Heidi
menambahkan, dia akan bekerjasama dengan dalang seperti Ki Lejar
Subroto untuk memeriksanya. Supaya ada data soal keberadaan wayang di
Belanda.